welcome

Kamis, 06 Oktober 2011

Pemasangan Power Supply dan Connectornya

Pemasangan Power Supply dan Connectornya
Dalam pemilihan power supply, kita harus perhatikan besarnya daya yang dapat ditampung PowerSupply. di pasaran biasanya rating daya berkisar antara 250 Watt, 300 Watt, dan 350 Watt. Untuk komputer generasi Pentium IV, Pada casingnya sudah tersedia PS dengan daya sebesar 350 Watt. Perhatikan juga setting tegangan kerja sesuai dengan supply tegangan rumah (biasanya 220V-230V).
Saat ini dikenal dua jenis Power Supply yaitu AT dan ATX. Pada PS AT, Bentuk konektor yang menuju motherboard bentuknya terbagi menjadi dua bagian. Dalam pemasangannya tidak boleh terbalik. Untuk memudahkannya, usahakan kabel yang berwarna hitam berada di tengah-tengah konektor. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar konnektor AT
Power Supply ATX dioperasikan secara Semi Otomatis, artinya saat komputer Shut Down, secara otomatis PS mati tanpa kita harus memijit tombol Power. Bentuk konektornya lebih rapih dibandingkan AT dan tidak dimungkinkan pemasangan konektor terbalik. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar konnektor ATX
Setting Jumper pada Motherboard
Di dalam sebuah motherboard kita dapat menemukan banyak sekali jumper-jumper yang fungsinya cukup beragam. Pada bagian ini kita membahas mengenai jumper yang fungsinya mengeset besarnya clock prosesor yang digunakan. Jika kita melihat tampilan kecepatan clock prosesor kita pada saat booting, maka informasi tersebut bukan berasal dari si prosesor melainkan dari motherboard yang telah kita setting jumpernya. Dalam hal ini jumper yang kita gunakan adalah jumper setting FSB(Front Side Bus) dan jumper Ratio/Multiplier/Perkalian. Bentuk, letak, dan kode jumper tadi sangat beragam tergantung jenis motherboard.
Bus Clock/Front Side Bus(FSB)/Frequensi menunjukan besarnya frequensi kecepatan tranfer pada lalu lintas data di bus data pada motherboard, dan digunakan satuan Mhz. Contoh: 55Mhz, 66Mhz, 100Mhz, 133Mhz dsb.
Ratio/Multiplier/Frequensi merupakan faktor pengali atau perbandingan antara kecepatan tranfer data pada prosesor dengan kecepatan tranfer data pada bus data motherboard. Contoh: 1X, 2X, 2,5X dsb.
Prosesor ID = Bus Clock X Ratio
Dengan rumus di atas maka kita mendapatkan besarnya Prosesor ID atau kecepatan nyata prosesor dalam beroperasi. Dalam penentuan Prosesor ID ini, diusahakan sebisa mungkin digunakan Nilai FSB yang paling besar karena parameter ini menentukan kecepatan motherboard dalam transfer data. Penetuan Prosesor ID ini sifatnya coba-coba, jadi tidak ada parameter yang pasti untuk digunakan, jadi kita harus menetes kestabilan komputer pada beberapa settingan kita sehingga didapatkan hasil yang optimal. Jika terjadi kesalahan yang mengakibatkan komputer tidak bekerja secara stabil kita jangan ragu untuk mengubah konfigurasi paramater dan hal tersebut tidak akan merusak prosesor atau motherboard. Perlu dicatat bahwa setting jumper dibatasi oleh kemampuan kerja dari motherboard dan prosesor yang digunakan.

Tabel keterangan mengenai jumper FSB dan Multiplier biasanya kita dapatkan pada badan Motherboard atau buku manualnya.
Contoh Penerapan : Kita membeli Prosesor PI 200 Mhz dan motherboard yang memiliki tabel keterangan jumper FSB dan Ratio sebagai berikut :

JP 1
FSB
1-2
25 Mhz
1-3
50Mhz
2-3
100 Mhz
JP 2
Ratio
1-2 2 X
1-3 2,5 X
2-3 4 X

Untuk mendapatkan Prosesor ID, kita memiliki dua buah alternatif konfigurasi sebagai berikut :
FSB X Ratio = Prosesor ID
1. 100Mhz X 2 = 200 Mhz
2. 50Mhz X 4 = 200 Mhz
Kita harus memilih nilai FSB terbesar, sehingga kita akan memilih alternatif pertama yaitu dengan menghubungkan pin 2-3 pada Jumper JP1 dan menghubungkan pin 1-2 pada JP2. Jika konfigurasi ini tidak stabil, maka kita dapat memilih alternatif kedua.
Pada beberapa motherboard terbaru, setting clock prosesor ini dilakukan tanpa jumper atau jumperless, dimana kita melakukan settingan di dalam BIOS. Settingan ini biasanya tidak bisa melampaui kemampuan prosesor dan motherboard sehingga jarang sekali terjadi kesalahan setting.
Kesalahan setting jumper ditandai dengan gejala sebagai berikut :
- Komputer tiba-tiba hang saat digunakan untuk program yang cukup berat.
- Pada saat booting, tidak ada tampilan yang muncul (blank).
- Tampilan besarnya Clock Prosesor saat booting tidak sesuai dengan besarnya settingan kita.

OverClocking
Pada dasarnya overclocking ini sama dengan setting Prosesor ID, tetapi settingan kita menghasilkan clock prosesor yang lebih besar dari defaultnya. Hal ini sebenarnya tidak selalu berhasil pada jenis motherboard dan prosesor tertentu karena sekali lagi tergantung kemampuan masing-masing. Dapat juga kita jumpai jenis-jenis motherboard yang support pada proses overclocking dimana disediakan setting jumper yang konfigurasinya sangat beragam.
Proses overclocking yang terlalu besar menyebabkan komputer tidak stabil dan selalu mengalami hang pada saat digunakan. Prosentase peningkatan clock ini biasanya tidak dapat terlalu besar dari nilai defaultnya, sehingga dinilai tidak terlalu signifikan dalam meningkatkan kinerja komputer secara keseluruhan.
Installasi Hardisk
Pada saat ini hardisk memiliki kapasitas data yang cukup besar (20 s/d 80 Gigabyte) sehingga untuk mengatur penggunaan dan alokasi kapasitas hardisk, kita membaginya dalam beberapa disk yang disebut Hardisk partition. Dengan mempartisi harddisk kita dapat mengatur penempatan data berdasarkan jenisnya pada tempat yang kita inginkan. Agar harddisk dapat dikenali maka harus ada file sistem yang disimpan pada Track 0 atau disebut master boot record. File sistem ini terdiri dari tiga file (msdos.sys, command.com, io.sys) yang dapat dimasukkan ke harddisk pada saat memformat.
Secara prinsip proses partisi adalah sebagai berikut :
C:\




Primary
D:\

Logical 1
E:\
Logical 2
Extended

Contoh Peta Partisi Harddisk
Kita asumsikan Kotak disamping ini mewakili kapasitas sebuah hardisk. Warna Kuning menunjukkan kapasitas seluruh haddisk awal yang belum dipartisi, kita asumsikan isinya sebanyak 100%.
Kita mempartisi Hardisk menjadi dua bagian yaitu Primary(Biru) dan Extended(Hijau) yang masing-masing besarnya 50%. Disk primary akan secara otomatis dinamai dengan drive C:\ dan dapat langsung digunakan mengisi data. Disk C: ini merupakan disk utama tempat penyimpanan OS atau file-file sistem.
Drive Extended belum dapat digunakan kecuali kita membuat Drive Logical(Ungu dan Oranye). Pada contoh kita membagi dua drive extended sehingga didapat drive D:\ dan E:\ yang kapasitas totalnya sama dengan kapasitas drive extended. Dari contoh kita ambil Logical 1 sebesar 40% dan Logical 2 sebesar 60% dari kapasitas drive extended.
Untuk melakukan instalasi Harddisk, kita asumsikan bahwa kita baru membeli sebuah harddisk. Kemudian kita menjalankan langkah-langkah berikut sehingga harddisk dapat kita gunakan :
1. Pasang kabel data dan kabel power ke harddisk, usahakan memasang harddisk pada konektor Primary Master pada IDE 0
2. Siapkan Bootable CD atau Startup Disk.
3. Saat Booting masuk ke BIOS dan deteksi harddisk terlebih dahulu. Lihat BIOS Setting
4. Ubah Boot Sequence pada BIOS sehingga CD-ROM drive pada urutan pertama jika kita menggunakan Bootable CD, atau drive A:\ pada urutan pertama jika menggunakan startup disk. Lihat BIOS Setting
5. Booting dari A:\ atau CD-ROM drive, pilih option Bootable with CDROM support. hal ini agar kita dapat menggunakan CD-ROM pada DOS.
6. Ketik A:\FDISK untuk mempartisi harddisk.
7. Pilih sistem allokasi haddisk dengan FAT32. Lihat penjelasan mengenai sistem FAT 32
8. Restart komputer sehingga hasil partisi dapat digunakan.
9. Format seluruh drive hasil partisi ( Ketik A:\ format c: /s) untuk memformat primary disk dan mengcopy file sistem.
10. Masukkan CD-ROM master Windows kemudian ketikkan setup untuk menginstall Windows

Tidak ada komentar: